BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah
satu objek penting lainya dalam kajian ‘Ulumul Qur’an’ adalah perbincangan
mengenai mukjizat. Persoalan mukjizat, terutama mukjizat
Al-Qur’an , sempat menyeret para teolog klasik dalam perdebatan yang
berkepenjangan, terutama antara teolog dari kalangan Mu’tazilah dan para
teolog dari kalangan Ahlussunnah mengenai konsep shirfah.
Dengan
perantara mukjizat, Allah mengingatkan manusia bahwa para rasul itu
merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang
telah diberikan kepada para nabi mempunyai fungsi yang sama, yaitu memainkan
perananya dan mengatasi kepandaian kaumnya disamping membuktikan bahwa
kekuasaan Allah itu berada diatas segala-galanya.
Suatu
umat yang tinggi pengetahuanya dalam ilmu kedokteran, misalnya tidak wajar
dituntun dengan mukjizat dalam ilmu tata bahasa, begitu pula sebaliknya.
Tuntunan dan pengarahan yang ditunjukan pada suatu umat harus berkaitan dengan
pengetahuan mereka karena Allah tidak akan mengarahkan suatu umat pada hal-hal
yang tidak mereka ketahui. Tujuanya adalah agar tuntunan dan pengarahan Allah
bermakna. Disitulah letak mukjizat yang telah diberikan kepada para
Nabi.
B. Perumusan
Masalah
Agar
lebih memperjelas tentang mukjizat Al-Qur’an. Maka penulis merumuskan masalah
mukjizat sebagi berikut:
1. Apa
pengertian I’jaz Al-qur’an dan mukjizat?
2. Apa
macam-macam mukjizat?
3. Apa
saja bukti historis kegagalan menandingi Al-Qur'an?
4. Bagimana
segi-segi kemukjizat Al-Qur'an.
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Ulumul Qur’an .
2. Untuk
mengetahui seluk-beluk mukjizat Al-Qur’an dan menambah wawasan pengetahuan,
khusunya dalam bidang Kemukjizatan Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian I’jaz Al-Qur’an dan Mukjizat
Menurut bahasa kata 1’jaz berasal
dari kata masdar dari kata kerja a’jaza
yang berarti melemahkan. Kata a’jaza
ini termasuk fi’il ruba’i mazid yang berasal dari fi’il sulasi mujarrad ajaza
yang berarti Lemah, yang lawan katanya qodaroh yang berarti
kuat/mampu.
Kata
I’jaz al-qur’an adalah suatu kata makjud yang terdiri dari dua kata yang di
mudhofkan, yaitu; di modhofkannya kata masdar I’jaz kepada pelakunya
yaitu al-qu’an sehingga berarti melemahkan Al-qur’an atau Al-qur’an melemahkan/
menjadikan tidak mampu. Artinya melemahkan kepada orang yang berusaha meniru
al-qur’an.
Jika
i’jaz masdar dari a’jaza , maka pelakunya (yang melemahkan) disebut mu’jiz.
Apabila kemampuan melemahkan
pihak lain sangat kuat/menunjol sehingga mampu membungkam lawan, maka
disebut mu’jizat ( ).
Tambahan ta’ marbutho’ pada akhir kata itu, mengandung makna mubalagah (
superlative).
Mu’jizat menurut bahasa ialah suatu
hal yang luar biasa, ajaib, atau menakjubkan
Sedangkan menurut istilah Mukjizat
adalah peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku
Nabi, sebagai bukti kenabiannya. Dengan redaksi yang berbeda, mukjizat didefinisikan
pula sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para
Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan
kerasulannya.
Maksud kumukjizatan Al-Qur’an bukan
semata mata untuk melemahkan manusia atau menyadarkan mereka atas kelemahanya
untuk mendatangkan semisal Al-Qur’an akan tetapi tujuan yang sebenarnya adalah
untuk menjelaskan kebenaran Al-Qur’an dan Rasul yang membawanya dan sekaligus
menetapkan bahwa sesuatu yang dibawa oleh mereka hanya sekedar menyampaikan
risalah Allah SWT, mengkhabarkan dan menyerukan.
1. Hal
atau peristiwa yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa alam, yang
terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat. Hal
ini karena peristiwa tersebut merupakan suatu yang biasa. Yang dimaksud dengan
“luar biasa” adalah sesuatu yang berbeda di luar jangkauan sebab akibat yang
hukum-hukumnya diketahui secara umum. Demikian pula dengan hipnotis dan sihir,
misalnya sekilas tampak ajaib atau luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak
termasuk dalam pengertian “luar biasa” dalam definisi di atas.
2. Terjadi
atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
Hal-hal di luar kebiasaan tidak
mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila keluarbiasaan terjadi tersebut Bukan
dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak dinamai mukjizat. Demikian
pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang yang kelak bakal atau calon
menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan di namakan irhash.
Keluarbiasaan itu terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah,
tetapi inipun tidak disebut mukjizat, melainkan karamah atau kerahmatan.
Bahkan, karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang yang durhaka
kepada-Nya,? yang terakhir dinamai ihanah
(penghinaan) atau Istidraj (rangsangan untuk lebih durhaka lagi).
Bertitik
tolak dari kayakinan umat Islam bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah Nabi terakhir,
maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi terjadi suatu mukjizat
sepeninggalannya. Namun, ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat
terjadi dewasa ini.
3. Mendukung
tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian
Tentu saja
ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan
sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang
berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat
bicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang
penantang berbohong”, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah
atau istidraj
4. Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani
Artinya
siapapun yang ditantang tidak mungkin berhasil melakukan hal yang serupa. Perlu
digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh
yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan mereka, aspek kemukjizatan
tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.
Misalnya,
mu’jizat Nabi Musa a.s. yang menjadikannya tongkat menjadi ular yang di
hadapkan kepada masyarakat yang mengandalkan sihir. Mukjizat yang begitu jelas
ini benar-benar membungkamkan para ahli sihir yang di tantang oleh Nabi Musa
a.s. sehingga mereka tak kuasa kecuali mengakui kekalaan mereka, walaupun
Fir’aun mengancam dengan anika ancaman.
B.
Macam-macam Mukjizat
Secara
garis besar, mukjizat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang
bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat immaterial,
logis, dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi-Nabi terdahulu
merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi
dalam Arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan dan dijangkau langsung lewat
indra (hissi) oleh masyarakat tempat
mereka menyampaikan Risalahnya.[2]
Seperti
halnya;
o Perahu
Nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi
ombak dan gelombang yang demikian dahsyat.
o Tidak
terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar.
o Berubah
wujudnya tongkat Nabi Musa a.s. menjadi ular, dan bisa mebelah laut dengan
tongkatnya
o Bisa
menyembuhkan orang yang sakit lepra hanya semata-mata dengan menyentuh-nya,
yang mana dilakukan oleh Nabi Isa a.s. (Atas izin Allah), dan lain-lain.
Kesemuanya ini bersifat material indrawi,
sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan
wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW, yang
sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami Akal. Karena
sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu.
Mukjizat Al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimanapun dan sampaikapanpun.[3]
1. Para
Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu.
Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat
tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan mukjizat Nabi
Muhammad yang diutus seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga
bukti ajaranya harus selalu ada dimana dan kapanpun berada.
2. Manusia
mengalami perkembangan dalam pemikiranya. Umat para Nabi khususnya sebelum Nabi
Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran
mereka. Bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indra
mereka. Akan tetapi, setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan
berpikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi.
C. Bukti
Historis Kegagalan Menandingi Al-Qur'an
Al-Qur'an digunakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk menantang orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya
yang tidak mempercayai kebenaran Al-Qur'an sebagai firman Allah (bukan ciptaan
Muhammad) dan risalah serta ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun
memiliki tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi di bidang
bahasa Arab, Nabi memintanya untuk menandingi Al-Qur'an dalam tiga tahapan:
1. Mendatangkan
semisal Al-Qur'an secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Isra
(17) ayat 88:
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika
manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian
mereka menjadi pembantu bagi sebagian lain.” (Al-Isra (17): 88)
2. Mendatangkan
sepuluh surat yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur’an, sebagaimana
dijelaskan dalam surat Hud (11) ayat 13 berikut
“Bahkan
mereka mengatakan, Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu. “ Katakanlah,
kalu demikian, maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat menyamai,
dan panggilah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah, jika
kamu memang orang-orang yang benar” (Q.S. Hud [11]: 13)
3. Surat
yang menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur'an, sebagaimana dijelaskan oleh
surat Al-Baqarah (2) ayat 23:
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah, jika kami orang-orang yang benar” (QS. Al Baqarah (2): 23)
Sejarah telah menunjukan bahwa
jawaban orang- orang Arab ternyata gagal menandingi Al-Qur'an. Inilah beberapa
catatan sejarah yang memperlihat-kan kegagalan itu:
Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu
Al-Walid, seorang sastrawan ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu
yang mirip dengan Al-Qur'an ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah
SAW. Yang membaca surat Fushilat, ia tercengang mendengar kehalusan dan
keindahan gaya bahasa Al-Qur'an dan ia pun kembali pada kaumnya dengan tangan
hampa.
Musailamah bin Habib Al Kadzdzab
yang mengaku sebagai Nabi juga pernah berusaha mengubah sesuatu yang mirip
dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Ia mengaku bahwa dirinyapun mempunyai Al-Qur'an
yang diturunkan dari langit dan dibawa oleh Malaikat yang bernama Rahman. Di
antara gubahan-gubahannya yang dimaksudkan untuk menandingi Al-Qur'an itu
adalah antara lain:
لطِّيْنِيَاضِفْدَعُ بِنْتُ ضِفْدَعَيْنِ نَقِّيْ
مَاتُنَقِيْنَ أَعْلاَكِ فِى اْلمَاءِ وَأَسْفَلُكِ فِى ا
“Hai katak, anak dari dua katak.
Bersihkan apa saja yang akan engkau bersihkan, bagian atas engkau di air dan
bagian bawah engkau di tanah”.
Ketika itu pula, ia merobek-robek
apa saja yang telah ia kumpulkan dan merasa malu tampil di depan khalayak
ramai. Setelah peristiwa itu ia mengucapkan kata-katanya yang masyhur:
“Demi
Allah, siapapun yang tidak akan mampu mendatangkan yang sama dengan Al-Qur'an.”
D. Segi-segi
Kemukjizat Al-Qur'an
1. Gaya Bahasa ( Fashahah
dan Al-Balagi)
Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang
Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona, bukan saja orang-orang mukmin,
tetapi juga bagi orang-orang kafir. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak
diantara mereka masuk Islam. Bahkan, Umar bin Khattab pun yang mulanya dikenal
sebagai orang yang paling memusuhi nabi Muhammad SAW, dan bahkan berusaha
membunuhnya, memutuskan masuk Islam dan beriman pada kerasulan Muhammad hanya
karena membaca petikan ayat-ayat Al-Qur-an. Susunan Al-Qur-an tidak dapat
disamakan oleh karya sebaik apa pun.[5]
2. Susunan Kalimat
Kendatipun Al-Qur-an, hadis qudsi,
dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut nabi, terapi uslub (style)
atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa Al-Qur-an jauh
lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan lainya. Al-Qur-an muncul
dengan uslub yang begitu indah. Didalam uslub tersebut terkandung
nilai-nilai istimewa yang tidak akan pernah ada ucapan manusia.
3. Hukum Illahi yang Sempurna
Al-Qur-an menjelaskan pokok-pokok
aqidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang ekonomi, politik,
sosial, dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Al-Qur-an menggunakan dua
cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni:
a. Secara
global
Persoalan
ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perincianya diserahkan
kepada Nabi sendiri dan pa Ulama’ melalui ijtihad.
b. Secara
terperinci
Hukum yang dijelaskan secara
terperinci adalah yang berkaitan dengan utang piutang, makanan yang halal dan
yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
4. Ketelitian Redaksinya
Ketelitian redaksi Al-Qur-an
bergantung pada hal berikut:
a. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya.
b. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya.
c. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukan akibatnya.
d. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya.
e. Disamping
keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbang khusus
1. Kata
yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari
dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukan bentuk plural (ayyam)
atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumnlah hari
dalam sebulan. Disisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya
terdapat dua belas kali sama dengan jumlah bulan dalam setahun.
2. Al-Qur-an
menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak
tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 29, surat Al-Isra
[17] ayat 44, surat Al-Mukmin [23] ayat 86, surat Al-Fushilat
[41] ayat 12, surat Ath-Thalaq [65] ayat 12, surat Al-Mulk [67]
ayat 3, dan surat Nuh [71] ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang
terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam tujuh ayat.
3. Kata-kata yang
menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir
(pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan), kesemuanya
berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama
nabi, rasul dan pembawa berita tersebut, yakni 518.[6]
5. Berita tentang Hal-hal yang Gaib
Sebagaimana ulama mengatakan bahwa
sebagian mukjizat Al-Qur'an itu adalah berita gaib. Salah satu contohnya adalah
Fir’aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan dalam surat Yunus
(10) ayat 92;
“Maka pada hari Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Pada ayat itu ditegaskan bahwa badan
Firaun akan diselamatkan Tuhan untuk menjadi pelajaran bagi generasi
berikutnya. Tidak seorang pun mengetahui hal tersebut karena telah terjadi
sekitar 1.200 tahun SM. Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1896 di lembah
raja-raja Luxor Mesir, seorang ahli purbakala Loret menemukan satu mumi, yang
dari data-data sejarah terbukti bahwa ia Firaun yang bernama Muniftah
yang pernah mengejar Nabi Musa a.s. selain itu pada tanggal 8 Juli 1908, Elliot
Smith mendapat izin dari pemerintah Mesir untuk membuka pembalut-pembalut
Firaun tersebut. Apa yang ditemukannya satu jasad utuh, seperti yang
diberitakan Al-Qur'an melalui Nabi yang ummy (tidak pandai membaca dan
menulis).
6. Isyarat-isyarat Ilmiah
a. Banyak
sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur-an misalnya:
b. Cahaya
matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Terdapat
dalam Q.S. Yunus [10]: 5.
c. Kurangnya
oksigen pada ketinggian dapat menyesakan napas, hal ini terdapat pada surat Al-An’am
[6]: 25
d. Perbedaan
sidik jari manusia. Terdapat dalam surat Al-Qiyamah [75]: 4
e. Aroma/bau
manusia berbeda-beda. Terdapat dalam surat Yusuf [12]: 94
f. Masa
penyusuan yang tepat dan kehamilan minimal. Terdapat dalam surat Al-Baqarah
[2]: 233
g. Adanya
nurani (super ego) dan bawah sadar manusia. Terdapat dalam surat Al-Qiyamah
[75]: 14
h. Yang
merasakan nyeri adalah kulit. Terdapat dalam surat Al-Qiyamah [75]: 4
D. TUJUAN
MUKJIZAT ALQUR’AN
Dari
pngerian I’jaz dan mu’jizat d atas, dapatlah diketahui bahwa tujuan I’jaz
al-Qur’an itu banyak, di antaranya yaitu :
1. Membuktikan
bahwa nabi Muhammad SAWl-Q yg membawa mu’jizat kitab al-Qur’an adalah
benar-benar seorang Nabi/Rosul Allah, beliau diutus untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Allah SWT kepada umat manusi dan untuk mencanangkan tantangan
supaya menandingi al-Qur’an kepada mereka yg ingkar.
2. Membuktikan
bahwa kitab al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, Bukan buatan
malaikat jibril dan bukan tulisan nabi Muhammad SAW. Sebab, seandainya kitab
al-Qur’an itu buatan nabi Muhammad yg seorang Ummi (tidak pandai menulis dan
mmbaca), tentu pujangga-pujangga arab yg profesional, dimana mereka tidak hanya
pandai menulis dan membaca tetapi juga ahli dalam sastra, grarnatika bahasa
arab dan balaghohnya akan bisa membuat seperti al-Qur’an.kenyataannya, mereka
tidak bisa membuat tandingan seperti al-Qur’an, sehingga jelaslah bahwa
al-Qur’an itu bukan buatan manusia.
3. Menunjukkan
kelemahan mutu sastra dan balaghoh bahasan manusia, karena terbukti pakar-pakar
pujangga sastra dan seni bahasa arab tidak ada yg mampu mendatangkan kitab
tandigan yg sama seperti al-Qur’an, yg tlah di tantangkan kepada mereka dalam
berbagai tingkat dan bagian al-Qur’an.
4. Menunjukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa umat manusia yg tidak sebanding dengan
keangkuhan dan kesombongannya. Mereka ingkar tidak mau beriman mempercayai
kewahyuan al-Qur’an dan sombong tidak mau menerima kitab suci itu. Mereka
menuduh bahwa kitab itu hasil lamunan dan buatan nabi Muhammad SAW sendiri.
Kenyataannya, para pujangga sastra arab tidak mampu membuat tandingan yg
seperti al-Qur’an itu, walaupun hanya atu surat.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
makalah dapat di ambil kesimpulan bahwa Al-Qur'an ini adalah Mukjizat
terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Kita tahu bahwa setiap
Nabi diutus Allah selalu dibekali mukjizat untuk meyakinkan manusia yang
ragu dan meyakinkan manusia yang tidak percaya terhadap pesan atau misi yang
dibawa oleh Nabi.
Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan
perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap Nabi, setiap
mukjizat bersifat menantang baik secara tegas maupun tidak, oleh karena itu
tantangan tersebut harus dimengerti oleh orang-orang yang ditantangnya itulah
sebabnya jenis mukjizat yang diberikan kepada para Nabi selalu
disesuaikan dengan keahlian masyarakat yang dihadapinya dengan tujuan sebagai
pukulan yang mematikan bagi masyarakat yang ditantang tersebut.
B.
SARAN
Demikianlah
dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak lupa mohon maaf kepada semua
pihak, kritik dan saran penulis harapkan. Demi perbaikan penulisan makalah ini
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
o
Mukjizat Al-Qu’an, M. Quraish Shihab
o
Ulum Al-Qur’an Dra. Liliek Channa
AW, M.Ag dan H. Syaiful hidayat, lc. M.HI.,
Di dalam
o
Tafsir al-Azhar, Prof. Dr. Hamka,
juz 1
o
ATANG ABD. HAKIM, Drs MA, JAIH
MUBAROK DR. Metodologi Islam. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya
o
ANWAR ROSIHAN Drs, M.Ag Ulumul Qur’an.
2004. Bandung. Pustaka Setia Departemen Agama. 2002. Surabaya. CV. Ramsa Putra
makasih gan, ini sangat membantu sekali.. kunjungi juga ya blog kami flashcompugraphics.blogspot.com
BalasHapus