KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin perevisi tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
agar penunis sendiri dan pembaca dapat memperluas ilmu tentang “ Hukum Dari
Memotong Kuku Saat Janabah”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh perevisi dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri perevisi maupun yang datang dari luar seperti
halnya sulitnya mencari referensi dari buku atau dari beberapa kitab. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat
tentang “ Hukum Memotong Kuku Sat Janabah” yang menjelaskan bagaimana hukum
memotong kuku dan bagaimana hukum mandi janabah trsebut. Perivisi juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen kami yaitu Bpk Syamsuri Hasan, M.Hi, yang
telah membimbing perevisi agar dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah
ini memiliki kekurangan, Perevisi mohon untuk saran dan kritiknya. Sekali lagi
kami berterima kasih kepada Bpk Syamsuri Hasan, M.Hi , sehingga kami dapat
menyelesaikan maklah ini.
Besuki, 18-03-2012
MOHAMMAD IMRAN
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kata Pengantar ...................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
...................................................................... 1
B. Diskripsi Masalah ................................................................. 1
C. Rumusan Masalah ................................................................. 1
D. Hipotesa
................................................................................ 1
E. Tujuan Penulisan ................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. HUKUM DARI MEMOTONG KUKU SAAT JUNUB
1.
Boleh................................................................................... 2
2.
Tidak Boleh ........................................................................ 3
B. SAHKAH MANDINYA
ORANG JUNUB, SETELAH MEMOTONG KUKUNYA ........................................................... 0
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 10
B. Saran-Saran .................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Kewajiban
dalam mandi adalah membasuh seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku.
Akan tetapi, rambut atau kuku yang talah terpotong tidak lagi termasuk anggota
badan, maka tidak wajib membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi
seseorang telah dianggap cukup. Imam 'Atha' sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, mengatakan: seorang yang junub diperbolehkan mencukur rambut dan
memotong kuku. Hanya saja, menurut Imam al-Ghazaly.[1], seorang yang junub sebaiknya tidak
memotong rambut dan kuku, bahkan dimohon untuk tidak mengeluarkan darah.
Demikian ini, karena setiap anggota tubuh akan dikembalikan seperti semula pada
hari kiamat nanti. Dikatakan, setiap rambut akan menuntut atas janabatnya.
Pendapat
Imam Ghazaly ini banyak dilansir oleh kitab-kitab Madzhab, dan banyak diajarkan
di kalangan penganut Madzhab Syafiiyah di Indonesia. Walau sebenarnya terdapat
catatan kritis dalam mengutip pendapat al-Ghazaly ini, pengaruhnya masih sangat
kuat. Di beberapa kalangan masyarakat, wanita yang Junub biasanya menyimpan
rambut atau kuku yang terpotong untuk dibasuh saat mandi nanti. Catatan kritis
tsb adalah bahwa tidak semua anggota badan akan dikembalikan seperti asalnya
pada hari kiamat nanti. Darah, rambut dan kuku adalah diantaranya. Kalau rambut
dan kuku yang terpotong akan dikembalikan lagi seperti semula, maka pada hari
kiamat nanti manusia akan berambut sangat panjang.
Dari itu kita Melihat hal
tersebut, Betapa pentingnya untuk mengetahuinya, dan merasa tertarik untuk
lebih mendalami permasalahan tersebut dengan membandingkannya dengan pendapat –
pendapat para ulamak serta dengan dalil-dalinya. Oleh karena itu kami menganbil
inisiatif membuat Karya Tulis Ilmiah ini dengan berjudul, “MEMOTONG KUKU DI SAAT JUNUB”.
B. DISKRIPSI MASALAH.
Ada seorang pelajar MA Bernama Tiya, Dia memotong
Kukunya Sa’at Janabah Dan setelah Tia memotong kukunya, kemudian Tia
melaksanakan Mandi janabah.
|
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hukum membuang kuku ketika kita sedang Junub
?
2. Apakah mandinya tetap Sah atau Harus diulangi
bersama’an dengan kuku yang telah di potongnya atau tetap dalam keadaan junub
sampai kita meninggal?
D. HIPOTESIS
1. Hukum memotong Kuku,atau Rambut pada saat haid atau
Junub tidak haram dan rambut yang sudah terlepas pada saat haid atau Junub
tidak wajib di basuh atau disucikan,[2] Pernyataan
Imam Al-Ghazali; ”(Memotong kuku atau Rambut atau yang lainnya saat junub
sangat tidak dianjurkan karena dikhawatirkan anggota yang belum tersucikan
besok dialam akhirat dikembalikan dalam keadaan junub)”,[3] Hanya sebatas anjuran Bukan Kewajiban. Dengan
demikian anggapan yang umum di masyarakat bahwa haram hukumnya memotong rambut
atau kuku bagi Seseorang yang sedang haid atau Junub adalah Salah. Karena tidak
ada dalil Hadits maupun Quran yang melarang seorang yang sedang haid atau Junub
memotong kuku dan rambutnya.
2. Kewajiban dalam mandi adalah membasuh
seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku. Akan tetapi, rambut atau kuku
yang talah terpotong tidak lagi termasuk anggota badan, maka tidak wajib
membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi seseorang telah dianggap cukup,
Dalam Artian Hukum mandinya tetap sah, tidak mempengaruhi
sama sekali atas sah atau tidaknya mandi besarnya.
E. TUJUAN PENULISAN
Agar dapat Mengetahui Tentang Hukum Memotong Kuku Di
Saat Janabah, dan dapat mengetahui beberapa argumen tentang membolehkan nya
memotong kuku disaat janabah tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HUKUM DARI MEMOTONG KUKU SAAT JUNUB
Hukum memotong kuku itu sunnah menurut kesepakatan
ulamak, dan pelaksana’annya tidak terikat oleh waktu. Jika semestinya di
potong, maka harus dilaksanakan. yang pasti sunnah ini mengingatkan kita kepada
orang-orang yang menyerupai perempuan-perempuan, dalam hal memanjangkan kukunya
dengan alasan kecantikan dan berhias. Sungguh demi allah itu merupakan
perbuatan terkutuk dan tercela bahkan keluar dari tuntutan fitrah.[4]
Akan
tetapi Pandangan Jumhur Ulama tentang memotong kuku atau rambut di saat Junub
haid atau nifas, Berbeda- beda ada membolehkan dan ada juga yang tidak
membolehkannya di antaranya ;
1. Boleh
Tidak ada dalil baik
dalam Kitabullah maupun Hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang
secara sharih (tegas) tentang tidak bolehnya seseorang memotong kuku dan rambut
saat junub/haidh.[5]
Dalil yang ada adalah pendapat para ulama, dengan mengaitkan kewajiban
membasahi seluruh tubuh dengan air saat mandi janabah. Sesuai dengan Riwayatkan
oleh Al – Bukhary dalam Fathul Bary :
قال عطاء يحتجم الجنب ، ويقلم أظافره ، ويحلق رأسه ، وإن لم يتوضأ
Berkata
`Atha’: “Orang junub itu boleh berbekam, memotong kuku dan memangkas rambut
walau tanpa wudhu lebih dahulu.”
Sayyid Sabiq
dalam Fiqhus-Sunnah menyatakan :
يجوز للجنب والحائض إزالة الشعر ، وقص الظفر والخروج إلى السوق وغيره من غير كراهية
“Diperbolehkannya
bagi orang yang junub dan haidl untuk menghilangkan/ memotong rambut, memotong
kuku, pergi ke pasar, dan selainnya tanpa ada sisi kemakruhan”.
Sedangkan Hadits Nabi.
Ali
Karramallahu Wajhahu berkata : “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Barang
siapa meninggalkan satu tempat dari rambutnya hingga tidak terkena air ketika
mandi dari janabah, Allah akan memberinya siksaan sedemikian rupa dalam neraka.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Hadits tersebut adalah
hadits tentang kesempurnaan dalam melaksanaan mandi karena hadats besar dan
tidak berkait dengan hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang
junub dan haidh (hadats besar). Tanpa merendahkan pendapat yang menetapkan
hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub dan haidh (hadats
besar), tentunya wajib bagi setiap muslim untuk bertahkim kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah, dan kembali kepada dua pedoman tersebut dalam menyelesaikan
perbedaan.
Imam 'Atha' dalam Shahih
Bukhari mengatakan "tidak ada larangan orang yang junub untuk berbekam,
memotong kuku dan bercukur rambut sekalipun tanpa mengambil wudhu terlebih
dahulu."[6]
Imam Ahmad (pendiri
mazhab Hanbali) tatkala ditanya hukum orang junub sedangkan ia berbekam,
mencukur rambut, memotong kuku dan mewarnai rambut atau janggutnya, ia
menjawab; "tidak mengapa".
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah juga berpandangan bahwa tidak ada dalil Syar'i yang menunjukkan
makruhnya memotong rambut dan kuku bagi orang yang sedang junub.[7]
Syaikh Wahbah az-Zuhaili
(ulama kontemporer) dalam bukunya al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, menulis
"tidaklah makruh dalam pandangan mazhab Hanbali bagi seorang yang junub,
atau dalam keadaan haid atau nifas menggunting rambutnya, kukunya, dan tidak
juga menyemir rambutnya sebelum mandi."
Sayyid Sabiq dalam
Fiqhus-Sunnah menyatakan: "Diperbolehkan bagi orang yang junub dan haid
untuk menghilangkan/memotong rambut, memotong kuku, pergi ke pasar, dan
selainnya tanpa ada sisi kemakruhan".
2. Tidak boleh
Berkata Al – Ghazaly,
ولا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخرج الدم أو يبين من نفسه جزءاً وهو جنب؛ إذ ترد إليه سائر أجزائه في الآخرة فيعود جنباً، ويقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها
Dan hendaklah dia
tidak bercukur, memotong kukunya, mengasah pisau (untuk bercukur), menyebabkan
darah mengalir atau memperlihatkan bagian tubuhnya ketika dia dalam keadaan
junub (hadats besar), demikian ini karena semua bagian tubuh akan dikembalikan
seperti semula pada hari kiamat nanti, dan akan kembali dalam keadaan hadats
besar. Dikatakan,
setiap rambut akan menuntut atas janabatnya.[8]
Apa yang disebutkan
dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin tersebut menjadi dasar haramnya memotong rambut dan
kuku bagi orang junub dan wanita yang sedang haidh (hadats besar). Berdasarkan
pendapat tersebut sebagian maka wanita yang haidh ataupun orang junub biasanya
menyimpan rambut atau kuku yang terpotong untuk kemudian pada saat mandi
janabah nanti ikut dibersihkan.
Sedangkan Khatib Assyarbini mengatakan : “setiap bulu (yang dicukurnya ketika berjunub
itu) akan menuntut dari tuannya dengan sebab junub yang ada padanya.[9]
Memotong kuku atau rambut atau yang lainnya saat junub
sangat tidak dianjurkan karena dikhawatirkan anggota yang belum tersucikan
besok dialam akhirat dikembalikan dalam keadaan junub. Namun hal ini tidak
sampai menyebabkan memotong rambut/kuku saat junub dihukumi haram dan tidak
mempengaruhi sama sekali atas sah atau tidaknya mandi besarnya. Referensi Qulyubi wa Amirah I halaman 68
Perlu di pahami bahwa tidak ada larangan atau hukum
haram memotong rambut atau kuku pada saat haid atau junub, dan rambut atau kuku
yang terlepas sebelum mandi besar tidak wajib di sucikan. Namun demikian, para
ulama menganjurkan bagi orang yang sedang haid, nifas atau junub untuk tidak
memotong kuku, atau rambut atau mengeluarkan darahnya sebelum melakukan mandi
besar. Demikian ini disebabkan kelak di akhirat akan di kembalikan pada
jasadnya dalam keadaan hadats besar karena tidak ikut disucikan ketika mandi
besar.[10]
Pendapat ini didasarkan pada penjelasan Imam
Al-Ghazalai dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, beliau berkata: “Sebaiknya tidak
memotong kuku, mencukur rambut kepala, mencukur rambut kemaluan atau
mengeluarkan darah atau memotong anggota badan sedang dia dalam keadaan junub,
karena kelak di akhirat semua anggota badan akan dekembalikan sehiingga akan
kembali dalam keadaan junub, dan dikatakan (oleh sebagian ulama) sesungguhnya
setiap rambut akan dimintai pertanggung jawaban atas sebab junubnya”.
Jadi, sekali lagi, hukum memotong kuku,atau rambut
pada saat haid atau junub tidak haram dan rambut yang sudah terlepas pada saat
haid atau junub tidak wajib di basuh atau disucikan. Pernyataan Imam Al-Ghazali
di atas hanya sebatas anjuran bukan kewajiban. Dengan demikian anggapan yang
umum di masyarakat bahwa haram hukumnya memotong rambut atau kuku bagi wanita
yang sedang haid adalah salah.[11]
B. SAHKAH MANDINYA ORANG JUNUB, SETELAH MEMOTONG KUKUNYA
Kewajiban dalam mandi
adalah membasuh seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku. Akan tetapi,
rambut atau kuku yang telah terpotong tidak lagi termasuk anggota badan, maka
tidak wajib membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi seseorang telah
dianggap cukup.
Imam 'Atha' sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mengatakan: seorang yang junub diperbolehkan
mencukur rambut dan memotong kuku. Hanya saja, menurut Imam al-Ghazaly [dalam
Ihya' Ulumuddin], seorang yang junub sebaiknya tidak memotong rambut dan kuku,
bahkan dimohon untuk tidak mengeluarkan darah. Demikian ini, karena setiap
anggota tubuh akan dikembalikan seperti semula pada hari kiamat nanti.
Dikatakan, setiap rambut akan menuntut atas janabatnya.[12]
Pendapat Imam Ghazaly ini banyak dilansir oleh kitab-kitab Madzhab, dan banyak
diajarkan di kalangan penganut Madzhab Syafiiyah di Indonesia. Walau sebenarnya
terdapat catatan kritis dalam mengutip pendapat al-Ghazaly ini, pengaruhnya
masih sangat kuat. Di beberapa kalangan masyarakat, wanita yang haidh biasanya
menyimpan rambut atau kuku yang terpotong untuk dibasuh saat mandi nanti.
Catatan kritis tsb
adalah bahwa tidak semua anggota badan akan dikembalikan seperti asalnya pada
hari kiamat nanti. Darah, rambut dan kuku adalah diantaranya. Kalau rambut dan
kuku yang terpotong akan dikembalikan lagi seperti semula, maka pada hari
kiamat nanti manusia akan berambut sangat panjang. Kesimpulannya: Seorang yang
junub atau haid atau lainnya TIDAK diwajibkan membasuh rambut atau kuku yang
terpotong. karena tidak lagi termasuk anggota badan. Bahkan di saat belum
mandi, ia diperbolehkan mencukur atau memotongnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum memotong Kuku,atau Rambut
pada saat haid atau Junub tidak haram dan rambut yang sudah terlepas pada saat
haid atau Junub tidak wajib di basuh atau disucikan
Karna Kewajiban dalam mandi adalah membasuh
seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku. Akan tetapi, rambut atau kuku
yang talah terpotong tidak lagi termasuk anggota badan, maka tidak wajib
membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi seseorang telah dianggap cukup,
Dalam Artian Hukum mandinya tetap sah, tidak
mempengaruhi sama sekali atas sah atau tidaknya mandi besarnya.
B. Saran-Saran
Kita Sebagai Umat Islam, Harus Mengetahui Hukum Islam
Tersebut, Agar Kita Dapat Mengetahui Dan Dapat Membedakan Antara Sesuatu Di Perbolehkan Atau Sesuatu Yang Dilarang
Oleh Agama (Syari’at Islam),Dari Itu Mari Kita Selalu Belajar Dan Terus
Belajar.
DAFTAR PUSTAKA
o Fiqih
ibadah, prof. Dr. Abdul aziz muhammad azzam, abdul wahhabsayyed hawwas, hal 18
o
’anatut tholobon
juz l. Hal 79, ihya’ ulumuddin juz ll. Hal. 37
o
Al- Qola’id Al-Khoro’id /1/35-36
o
Al Hafidz Ibnu
Hajar Al Asqalani, Imam Ibnu Rajab Dalam Sarah Mereka Pada Shahih Bukhari
o
Shahih
Al-Bukhari 1/496
o
Dalam Majmu’
Fatawa
o
Ihya’ Ulumiddin
/I /401
o
Al-Iqna’,1/91
o
Kitab al-iqna’,
muhammad al-syarbani al-khotib, juz 1 hal 60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar